Oleh: Agus Wahyudi. Dipublikasi di Enciety.co
Menulis adalah aktivitas yang makin mahal. Diktum tersebut agaknya tak berlebihan. Betapa tidak, kini makin banyak penulis yang mampu mendulang keuntungan dari kreativitas dan inovasinya. Mereka pun mampu menciptakan pasar tersendiri.
Bagaimana caranya? Kita bisa belajar dari Aulia Rachmat Sungkar. Ia menyebut dirinya sebagai writerpreneur. Aulia dulu seorang akuntan. Bekerja sebagai akuntan ternyata tak membuat dirinya nyaman. “Saya tak kuat duduk berlama-lama dalam satu meja dari pagi sampai sore,” ucapnya, lalu tersenyum.
Ketidaknyaman itu membuat dirinya mengambil pilihan hidup yang tergolong berani. Ya, Aulia memilih menjadi jurnalis. Ia pun bergabung dengan koran Jakarta Post. Pekerjaan tersebut butuh tenaga dan konsentrasi tinggi dengan deadline ketat.
Namun, setelah beberapa tahun bekerja di koran, Aulia pun mulai gerah. Bukan dengan kegiatan menulis yang ia jalani. “Bekerja di koran kan tersistem, itu yang membuat saya harus membuat pilihan untuk berhenti,” ujarnya.
Berhenti jadi jurnalis tak membuat Aulia berhenti menulis. Baginya, menulis seperti bernafas. Harus dilakukan sepanjang waktu. Tiada hari tanpa menulis. Spirit itu memompa diri Aulia untuk mengasah ide dan gagasan. Menciptakan kerativitas lewat tulisan.
Aulia yang sejak awal aktif menulis di blog, menyadari benar leverage tulisan yang mampu membuat sesuatu lebih bermakna. Lebih bertenaga, khususnya untuk memperbaiki brand. Upaya itu pun mulai ditawarkan kepada korporasi, juga orang-orang besar yang ingin menuangkan gagasannya lewat tulisan.
Gayung bersambut, beberapa ide yang ditawarkan Aulia mendapat respons positif. Beberapa perusahan besar pun menggunakan jasanya. Yang ia lakukan adalah merangkai kata-kata untuk tujuan promosi, termasuk di dalamnya branding, advertising, leaflet branding, dan masih banyak lagi.
Memang, ada perbedaanmendasar membedakan journalist writing dengan writerpreneur. Journalist writing lebih idealis, pemberitaannya lebih ideal dan faktual. Kalau writerprener adalah copy editor yang lebih pada services.
Menurut Aulia, yang harus disadari writerpreneur adalah bukan apa yang ingin tulis, tapi bagaimana pembaca ingin membaca tulisan Anda. Makanya, pesan tulisannya harus lugas, bermakna, mudah dimengerti. “Saya selalu menggunakan kalimat-kalimat pendek dan simpel, itu jauh lebih baik,” tutur dia.
Dia juga mengatakan, sebuah tulisan juga akan mendukung produk yang ditawarkan kepada konsumen. “Prinsipnya adalah berikan tulisan yang mudah diingat. Keep it short and simple (KISS),” imbuhnya.
Kata Aulia, semua produk harus di-branding baik itu target konsumen menengah ke atas, bahkan menengah ke bawah sekalipun. Pemilihan kata yang mewakili produk yang ditawarkan harus diperhatikan. Jangan sampai salah sasaran. “Dalam menggambarkan produk dengan tulisan, yang terpenting adalah siapa audience-nya,” terang Aulia.
Setelah beberapa tahun, Aulia mengaku sangat menikmati profesinya ini.
“Bagi saya, sukses itu kalau melakukan pekerjaan kita menyenangi,” pungkasnya.(wh)
Thank you.
LikeLike
Nicee blog
LikeLike